Saat ini, Donald Trump, yang diusung oleh Partai Republik, dan Kamala Harris, yang diusung oleh Partai Demokrat, bersaing satu sama lain untuk jabatan presiden Amerika Serikat dalam Pilpres 2024.
Menurut akademisi dan pengamat hubungan internasional, terlepas dari siapa yang terpilih sebagai presiden AS pada tahun 2024, sejumlah kebijakan Indonesia diperkirakan akan berdampak pada hasil pemilihan presiden AS pada tahun itu, mulai dari perdagangan, target penurunan emisi, hingga “potensi ketegangan geopolitik” di Laut China Selatan.
Analisis yang diberikan oleh akademisi, pengusaha, diplomat, dan pengamat hubungan internasional mengenai dampak pemilihan presiden Amerika Serikat terhadap Indonesia dapat ditemukan di sini.
Siapa yang Akan Menguntungkan Pengusaha Indonesia
Pengusaha Indonesia mengatakan mereka tidak mengharapkan banyak dari hasil pemilihan presiden AS.
Menurut Shinta Kamdani, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Hubungan Internasional, pergantian presiden AS, siapa pun yang terpilih, tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perdagangan dan investasi antara Indonesia dan AS.
Shinta mengatakan kepada Nurika Manan yang melaporkan untuk BBC News Indonesia pada Kamis (04/11), “Dalam parameter pertumbuhan ekspor Indonesia ke AS dan pertumbuhan investasi AS di Indonesia selama ini tidak berubah signifikan antara era Trump dengan era Biden.”
“Kedua hanya menciptakan pertumbuhan aktivitas ekonomi bilateral secara modest, pertumbuhan kurang lebih 5% hingga 10% per tahun, dan konsentrasi kerja sama ekonomi pun tak banyak berubah,” kata wanita yang juga Ketua Umum Apindo.
Shinta memperkirakan bahwa kemungkinan akan ada perbedaan yang signifikan dalam cara pendekatan Trump terhadap hubungan bilateral dengan Harris. Selebihnya, menurut Shinta, “akan relatif sama”.
Pendapat pengusaha dibenarkan oleh ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).
Pendapat tersebut didasarkan pada rekam jejak beberapa tahun terakhir dan saat Trump menjabat sebagai presiden AS, kata Andry Satrio Nugroho, peneliti dari INDEF.
Dia menyatakan bahwa para pelaku usaha mungkin ingin biaya ketidakpastian itu dikurangi. Namun, menurut saya, berdasarkan yang terjadi kemarin dan sebelumnya, dampaknya ke Indonesia masih belum signifikan.
Namun, Suzie Sudarman, Direktur Pusat Kajian Wilayah Amerika di Universitas Indonesia (UI), mengingatkan bahwa siapa pun yang menang dalam pemilihan presiden AS yang akan datang, kebijakan ekonomi Indonesia mungkin menghadapi tantangan.
Dengan asumsi kemenangan Kamala Harris dan kelanjutan kebijakan perdagangan Joe Biden, Suzie menjelaskan, “Kita akan terkendala dalam berdagang karena aturan Biden bahwa jangan sampai perusahaan China di Indonesia memiliki saham lebih [dari] 25%.”
“Kalau Trump sudah mengatakan, anggota BRICS akan terkendala, karena ada tarif tinggi dalam berdagang.”
Suzie menyatakan bahwa Trump pernah mengatakan bahwa dia akan mempersulit perdagangan dengan siapa pun yang menurunkan nilai tukar mata uang AS.
Namun, dia percaya bahwa situasi ini tidak akan terjadi jika Harris menang.
“Harris tetap memperhatikan potensi Indonesia dan akan mendisiplinkan jika memang Indonesia tidak memiliki pemerintahan yang baik dan akuntabel,” katanya.
Dampak Pilpres Amerika terhadap Perdagangan Indonesia
Menurut Andy Satrio Nugroho dari INDEF, kebijakan perdagangan dan ekonomi Indonesia “masih berkiblat pada China”.
Andry mengatakan bahwa penurunan permintaan domestik China berdampak langsung pada perdagangan Indonesia.
Karena ketergantungannya yang besar terhadap China, sulit bagi Indonesia untuk melarikan barang ekspornya.
Andri menekankan bahwa penting untuk memperkirakan kemungkinan kemenangan Trump dalam pemilihan presiden AS.
Menurutnya, kebijakan yang diterapkan Trump untuk membatasi barang-barang China mungkin “lebih ekstrem dan akan cukup berdampak bagi Indonesia”.
“Jika Harris terpilih, kita akan melihat bisnis seperti biasa. Tapi jika Trump yang terpilih, siap-siap saja.”
Sejak tahun 2018—saat Donald Trump menjabat sebagai presiden AS—perang dagang antara AS dan China telah memengaruhi perdagangan global.
Andry mengatakan bahwa selama periode Biden-Harris, tarif impor terhadap beberapa barang China telah dinaikkan, tetapi dia memperkirakan bahwa kebijakan pembatasan akan lebih ketat jika Trump terpilih.
Andry menjelaskan bahwa ketika Trump memimpin, situasi dapat membuat penjualan produk China menjadi lebih sulit.
Dengan demikian, Indonesia diperkirakan akan menerima “limpahan produk-produk China karena kemungkinan besar sulit terserap di pasar Amerika.”
Andry percaya ini akan menyebabkan industri domestik menjadi lebih tertekan.
Andry mencetuskan, “Ya, mereka akan banyak membeli produk-produk China karena harganya jauh lebih rendah. Produk-produk ini dapat mendukung kebijakan dumping,” karena daya beli yang rendah saat ini.
Eksportir menjual barang mereka dengan harga lebih rendah di luar negeri yang dikenal sebagai dumping.
Metode ini dianggap sebagai hambatan karena merupakan praktik perdagangan yang tidak adil dan tidak jujur.
Dianggap bahwa praktik dumping akan membahayakan industri dalam negeri negara tujuan karena membuat produsen lokal tidak dapat bersaing.
Andry menambahkan, “Harus berhati-hati karena banyak negara mungkin sudah melakukan proteksionisme, proteksionisme yang menurut saya belum terlihat juga di Indonesia.”
Shinta dari KADIN mengatakan bahwa kedua kandidat memiliki agenda ekonomi yang dapat membatasi ekspor dan impor Indonesia.
Namun, tampaknya akan lebih “mudah merestriksi atau lebih tepatnya mencari celah untuk mencegah produk Indonesia masuk ke AS” di bawah pemerintahan Trump.
Pengamat hubungan internasional Suzie Sudarman memperkirakan bahwa jika Trump terpilih sebagai presiden, dia akan dengan mudah melarang impor barang tertentu dengan alasan “keamanan nasional”.
Dampak Pilpres AS terhadap Konflik Laut China Selatan
Susie Sudarman mengatakan bahwa Kamala Harris mungkin tidak akan memperhatikan masalah geopolitik di Laut China Selatan.
Meskipun demikian, Teuku Rezasyah, pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, memperkirakan bahwa Trump akan lebih “berani mengganggu kredibilitas dari nine dash line China”.
Dia menjelaskan, “Dengan berani berlayar di situ [Laut China Selatan], karena ini adalah hukum internasional.”
Secara historis, China mengklaim wilayahnya di Laut China Selatan sebagai sembilan garis putus-putus, juga dikenal sebagai nine dash lines.
Rezasyah menyatakan bahwa pada saat yang sama, Trump diperkirakan akan memperkuat aliansi bilateral dengan Filipina dan Vietnam.
Rezasyah mengklaim bahwa kemenangan Trump akan meningkatkan ketegangan di kawasan karena China mungkin akan menguji keberanian Trump.
Dengan mengganggu Taiwan atau aset di Laut China Selatan, misalnya. Dia menambahkan, “Memang suasana akan tegang, tetapi memang Trump membutuhkan coalition of the willing yang semakin banyak.”
Rezasyah mengklaim bahwa kemenangan Trump akan meningkatkan ketegangan di kawasan karena China mungkin akan menguji keberanian Trump.
Dengan mengganggu Taiwan atau aset di Laut China Selatan, misalnya. Dia menambahkan, “Memang suasana akan tegang, tetapi memang Trump membutuhkan coalition of the willing yang semakin banyak.”
Mantan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa juga berbicara tentang kemungkinan munculnya ketegangan geopolitik jika Trump menang, dengan asumsi kebijakan Trump akan diteruskan selama periode awal pemerintahannya.
Negara-negara sekutu di kawasan menghadapi ketidakpastian tentang komitmen payung keamanan AS, yang dapat menyebabkan ketegangan.
Negara-negara sekutu di wilayah tersebut mungkin didorong untuk meningkatkan kemampuan pertahanan mereka sendiri, termasuk kemampuan maritim dan teknologi ballistic missile.
Menurut Marty, ketegangan ini meningkatkan risiko “tindakan-reaksi”.
Indonesia Harus Bagaimana?
Pemerintah Indonesia memantau perkembangan Pilpres AS, yang diperkirakan akan mengubah kebijakan pemerintahan negara itu jika berganti kepemimpinan, kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Airlangga mengklaim bahwa penurunan populasi kelas menengah di Amerika Serikat saat ini akan menyebabkan penurunan permintaan untuk sejumlah produk dan jasa di Indonesia. Karena itu, AS, Eropa, dan China masih menjadi sumber konsumsi utama bagi Indonesia dan negara-negara ASEAN.
Airlangga menyatakan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (5/11), bahwa tugas presiden terpilih adalah untuk meningkatkan kelas menengah. Bagi Indonesia, penurunan kelas menengah pasti akan mengurangi permintaan produk Indonesia.
Sementara itu, Shinta Kamdani, ketua asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo), mengingatkan bahwa Indonesia harus mengubah hubungan bilateralnya dengan Amerika Serikat agar sesuai dengan karakteristik dan fokus kebijakan presiden baru AS.
Meskipun demikian, Marty Natalegawa, mantan menteri luar negeri AS, menyarankan agar pemerintah membuat rencana kebijakan yang jelas, seraya mengingatkan bahwa tidak ada yang bisa memastikan ke mana kebijakan presiden AS yang baru dipilih akan bergerak.
Marty menyatakan, “Yang hanya kita lakukan adalah mengidentifikasi keterpaparan kita, Indonesia atau Asia Tenggara terhadap apa yang sedang terjadi di Washington, di bidang apa pun.”
Baru setelah kami memiliki bidang-bidangnya, kami dapat memberikan penilaian tentang bagaimana Presiden Trump terlihat dan bagaimana Presiden Harris terlihat. Marty menyarankan bahwa ada berbagai skenario.
Marty menyatakan, “Jadi bagi negara seperti Asia, apa pun yang terjadi, apakah itu Presiden Trump atau Presiden Harris, kita harus mengembangkan apa yang sebenarnya kita harapkan dan inginkan di kawasan.”